Cara Israel Menanam Tanaman Pertanian di Lahan Super Kekeringan dan Tandus Air
Oleh Effatha Tamburian
Selalu ada harapan untuk sesuatu yang baik. Seperti
harapan dari salah seorang petani di Indonesia agar Tanah Airnya yang
subur ini maju dalam hal teknologi di bidang pertanian. Meski banyak
pejuang pangan di negeri ini, namun mereka bak berjalan senyap di jalan
yang sunyi.
Banyak petani yang telah mengorbankan jiwa dan
raganya demi kemajuan pertanian bangsa dan negaranya, tanpa bantuan
pemerintah maupun kaum korporat.
“Mereka, petani, yang memberi dengan tangan kanannya dan takut tangan kirinya mengetahui,” ujarnya kepada saya.
Ia mencontoh sebuah negara di Timur Tengah yang
luasnya hanya 4 kali dari Pulau Bali, tandus, padang pasir, namun dapat
menjadi salah satu eksportir buah-buahan dan sayuran terbesar di dunia.
Negara tersebut bernama Israel yang memiliki karakteristik geografi
lahan padang pasir gurun nan tandus.
“Kita harusnya mulai melakukan teknologi
pengelolaan air untuk daerah timur. Dan saya yakin bila airnya cukup
kualitas tanaman mereka pasti lebih bagus karena jumlah sinar matahari
yang berlimpah,” ujar petani tersebut.
Tapi mengapa Israel bisa menjadi penjual
buah-buahan dan sayur-sayuran terbesar ke 4 di dunia. Bagaimana cara
Israel menyulap lahan super kering dan sangat tandus menjadi areal
pertanian nan subur dan hijau.
Teknologi Irigasi
Ternyata cara umat Yahudi bisa menanam tanaman di
lahan kering dapat dilakukan melalui penelitian riset dan ilmu
pengetahuan. Salah satu organisasi tersebut adalah ARO (Agricultural
Research Organization).
Ini merupakan perpaduan kumpulan interaksi
kerjasama yang erat antara ilmuwan Yahudi, konsultan, petani dan
industri pertanian Israel yang saling membahu belerjasama dalam
menyelesaikan masalah kekeringan di negara itu.
Di dalam ARO ada 6 lembaga, yang terdiri dari ahli
bibit tanaman unggul dan hewan, ahli perlindungan tanaman, ahli tanah,
ahli air, ahli ilmu lingkungan dan ahli teknik teknologi pertanian.
Selain ARO, sebenarnya ada juga beberapa ahli lainnya, yaitu ahli unit
komputer khusus tanaman, ahli biofilter, ahli genomics, ahli bio
informatika, dan masih banyak lagi.
Sejak tahun 1950-an, Israel tak hanya telah
menemukan cara ajaib untuk gurun pasir (desert) yang mereka miliki,
tetapi berbagi penemuan mereka telah jauh dan luas dilakukan melalui
MASHAV, Badan Israel untuk Kerjasama Pembangunan Internasional.
Dunia menyoroti puluhan kemajuan yang berhubungan dengan pangan yang dipelopori oleh Israel.
Seperti yang cukup signifikan, yaitu teknologi
irigasi tetes (drip irrigation). Konsep irigasi tetes sebenarnya telah
ada jauh sebelum lahirnya negara Israel.
Itu merupakan revolusi yang dilakukan oleh insinyur
air asal Israel, Simcha Blass, yang secara kebetulan menemukan bahwa
teknologi infus yang lambat dan seimbang menyebabkan pertumbuhan yang
luar biasa pada tanaman.
Dia menciptakan tabung yang perlahan-lahan
melepaskan air dengan sangat efektif. Pada tahun 1965 Kibbutz Hatzerim
membangun industri baru berdasarkan penemuannya, yang dinamakan Netafim.
Netafim adalah sebuah produk teknologi irigasi
mikro dengan sistem tetes yang menggunakan selang-selang kecil yang
diletakkan di tanah. Mampu meneteskan air dan pupuk cair kepada tanaman
dengan takaran yang tepat dan efisien. Disesuaikan pula dengan usia
tanaman tersebut.
Contohnya, menanam jagung di padang pasir. Petani
tinggal menaruh saja selang tersebut ke dalam tanah. Ketika bibit jagung
ditabur, selang itu bisa diatur volume tetes airnya.
Program Komputer
Berdasarkan catatan beberapa orang Indonesia yang
pernah berwisata ke Israel. Mereka melihat di sepanjang perjalanan
selang-selang Netafim menjulang hampir di setiap penjuru.
Menetes-neteskan air ke tanaman dan pohon-pohon setiap hari sesuai dosis
umur tanaman tersebut yang diatur oleh program komputer agar efesien
dalam penggunaan air.
Itulah salah satu teknik cara bangsa Yahudi
sehingga bisa menanam di tanah yang sarat dengan kekeringan.
(jpost/TOI/afrid-fransisco)
sumber : http://www.netralitas.com
Orang Yahudi berdoa 20% dan bekerja 80% tapi kita sebaliknya makanya tetap statis kenapa kita tidak mau bekerja sama untuk kesejahteraan bersama terutama di Indonesia Timur.
ReplyDeleteSaya setuju anda,di Jabar tempat saya tinggal pertaniannya sangat jelek, air melimpah, to orangnya nda mau belajar biar bgs,saya kasihan
Delete